NUNUKAN — Otoritas Malaysia kembali merazia Warga Negara Indonesia (WNI) yang tidak memiliki dokumen keimigrasian lengkap. Para pekerja migran non-prosedural itu harus menjalani proses hukum, ditahan, lalu dideportasi setelah masa hukuman berakhir.

“Ini bukan kejadian baru. Razia seperti ini sering dilakukan, dan banyak WNI terjaring karena tak memiliki dokumen resmi,” ujar Wakil Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Christina Aryani, saat melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Selasa (3/6/2025).

Christina menilai situasi ini menjadi tantangan tersendiri, tak hanya dari sisi perlindungan tenaga kerja, tetapi juga berdampak pada beban anggaran, terutama di daerah perbatasan seperti Nunukan yang menjadi pintu masuk utama para deportan.

“Dari sisi anggaran, ini cukup berat. Pemerintah daerah seperti Nunukan sering harus menanggung dampak langsungnya,” ungkapnya.

Sebagai upaya penanganan, BP2MI mendorong peningkatan kerja sama antar daerah dan sinergi lintas instansi. Christina menyebut, sejumlah nota kesepahaman (MoU) telah dijalin dengan pemerintah provinsi, salah satunya dengan Nusa Tenggara Timur (NTT).

“Di NTT, mereka siap membantu warganya yang dideportasi dari Malaysia. Mereka ingin dilibatkan langsung dalam proses pemulangan dan pendampingan,” ujarnya.

Ia berharap pola kerja sama serupa bisa diperluas ke daerah lain agar penanganan deportasi bisa berlangsung lebih tertib, efisien, dan humanis.

Leave a comment