Nunukan – Satgas Penegakan Hukum Desk Pelindungan Pekerja Indonesia Bareskrim Polri berhasil menggagalkan upaya pengiriman 82 calon pekerja migran Indonesia (CPMI) ilegal ke Malaysia. Aksi ini terungkap saat petugas melakukan pemeriksaan penumpang di Pelabuhan Internasional Tunon Taka, Nunukan, Kalimantan Utara.
Operasi dilakukan bertepatan dengan kedatangan kapal KM Thalia pada Senin (5/5/2025) dan KM Bukit Siguntang pada Selasa (6/5/2025). Dari operasi ini, polisi mengamankan tujuh orang tersangka.
Direktur Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak serta Pemberantasan Perdagangan Orang (PPA-PPO) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Dr. Nurul Azizah, menjelaskan bahwa dari KM Thalia petugas mengungkap empat kasus, menetapkan tiga tersangka, dan menyelamatkan 19 korban. Sementara dari KM Bukit Siguntang ditemukan lima kasus, empat tersangka, dan 19 korban.
“Total ada sembilan laporan polisi dengan tujuh tersangka dan 82 korban yang berhasil diamankan,” kata Nurul dalam konferensi pers, Rabu (7/5/2025).
Para tersangka diduga mengirimkan para pekerja migran secara non-prosedural lewat pelabuhan kecil di wilayah Nunukan, khususnya dari Pulau Sebatik. Para CPMI rencananya akan dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga dan buruh di perkebunan kelapa sawit di Malaysia.
“Korban diminta membayar antara Rp4,5 juta hingga Rp7,5 juta, baik yang memiliki paspor maupun yang tidak,” ujar Nurul.
Nurul menegaskan bahwa kasus ini membuktikan adanya jaringan yang kuat antara perekrut di dalam negeri dengan pihak di luar negeri. Akibatnya, para pekerja migran rentan dieksploitasi dan tidak mendapatkan perlindungan hukum yang layak.
“Dari hasil penyelidikan, aktivitas perekrutan dan pengiriman sudah berlangsung sejak tahun 2023,” tambahnya.
Ia mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap tawaran kerja ke luar negeri yang tidak melalui prosedur resmi. Masyarakat diminta memastikan legalitas perusahaan, jenis pekerjaan, dan kontrak kerja sebelum berangkat.
Satgas TPPO juga mendorong pemerintah daerah menyediakan pelatihan keterampilan bagi warga yang ingin bekerja di luar negeri agar dapat diberangkatkan secara resmi dan aman.
“Dalam pencegahan dan penindakan ini, kami bekerja sama dengan Direktorat Tindak Pidana Umum, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, serta Kemenkominfo untuk melakukan patroli siber dan memblokir akun media sosial yang menawarkan kerja ilegal ke luar negeri,” jelas Nurul.
Ia menegaskan, penegakan hukum akan dilakukan secara tegas dan konsisten sebagai bentuk komitmen negara melindungi warganya, khususnya pekerja migran.
Dalam kasus ini, polisi menyita sejumlah barang bukti, termasuk 14 paspor, 13 ponsel, 13 tiket kapal, dua surat cuti dari perusahaan di Malaysia, dan tiga kartu vaksin dari klinik Malaysia.
Ketujuh tersangka dijerat dengan beberapa pasal, yakni:
-
Pasal 81 jo. Pasal 69 UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, dengan ancaman penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp15 miliar.
-
Pasal 4 UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dengan ancaman 3-15 tahun penjara dan denda Rp120 juta–Rp600 juta.
-
Pasal 120 ayat (2) UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, dengan ancaman pidana 5–15 tahun dan denda Rp500 juta–Rp1,5 miliar.
Nurul juga menjelaskan bahwa Satgas Penegakan Hukum ini dibentuk berdasarkan Keputusan Menko Polhukam No. 3/2025 sebagai bagian dari program prioritas Presiden dalam Asta Cita. Tujuannya adalah untuk menjamin hak dan keselamatan seluruh WNI yang bekerja sebagai migran.
“Kapolri, sebagai Ketua Harian Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO, telah menginstruksikan agar seluruh pelaku—termasuk perekrut, orang tua, maupun oknum aparat—diproses hukum tanpa pengecualian,” tegasnya.